Cappucinno dan Dia
Secangkir cappucinno tersaji di depanku seraya menatap kaca yang mulai berembun. Hujan sedari siang membuat langit enggan menyampaikan senyuman untukku yang sudah mulai lelah dengan rutinitas. Apalagi kalau sudah memikirkan tentangnya. Rasanya lelahku semakin menjadi seakan bom waktu yang siap meledak.
Aku menyukai lelaki itu namun dia bukan milikku. Bisa jadi dia tidak mengenalku. Aku menyukainya dari jauh. Dia satu kantor denganku namun beda bagian. Sikapnya yang kalem membuat hati ini ingin mendekatinya, tapi aku cuma perempuan yang bisa diam dan memendam perasaan ini.
Akhir-akhir ini aku mulai gelisah ketika mendengar kabar tentangnya dari teman satu bagian. Lelaki itu telah melamar seorang perempuan. 'Beruntungnya perempuan itu,' gumamku.
Tanpa sadar aku menghela napas berulangkali setiap mengingat kejadian itu. Kesal, kecewa dan sedih bersatu jadi satu, kini telah berhasil membuatku sulit bernapas.
Kini hanya secangkir cappucinno yang perlahan mulai dingin yang mampu membuatku tenang. Bisa jadi ini sebagai obat penenang paling ringan. "Sendiri?" Seseorang menyapaku dengan pertanyaan itu dari samping. Ketika kepalaku berputar, hampir saja jantung dan bola mata ini lepas dari tempatnya. Waktu terasa berhenti. "Mas Rian?" lirihku. 'Dia ngapain di sini?' gumamku.
Komentar
Posting Komentar