Si Bingung & Kompasnya



SI BINGUNG & KOMPASNYA


Di sebuah hutan seseorang berjalan menoleh ke kiri dan kanan dengan memegang suatu benda di tangannya. Si Bingung namanya. Benda itu berbentuk bulat dan berjarum. Sesekali ia menengadahkan kepala menatap langit dari sela-sela pohon pinus yang menjulang tinggi. Ia mondar-mandir dengan kebingungan lalu menatap benda di tangannya lalu kembali menengadahkan kepala. Saat itu, ia tak sendiri—ada orang lain yang sedang melakukan perjalanan di dalam hutan itu. Satu, dua orang melewati di depannya tapi ia acuhkan. 
Awan mulai membuat barisan menutup biru langit. Semilir bayu mulai terasa dan sedikit kencang. Si Bingung masih mondar-mandiri sambil melihat alat di genggamannya. Salah satu pohon yang paling besar merasakan risih dengan kehadiran Si Bingung, ia bertanya, “Hai Tuan, mengapa kau masih mondar-mandir saja? Kemanakah tujuanmu?” 

Si Bingung terkejut mendengar pertanyaan pada sebuah pohon besar. “Ah pohon bisa berbicara. Saya sedang mencari jalan. Saya ingin ke puncak gunung itu,” jawabnya seraya menunjuk ke arah puncak gunung yang sedikit terlihat dari sela-sela ranting pohon.
“Bukankah kau melakukan pertualangan sudah mempersiapkan semua, termasuk arah jalan?” tanya pohon besar itu lagi. 
“Iya saya sudah mempersiapkan ini.” Si Bingung memperlihatkan alat di genggamannya. 
“Ah kompas. Hanya itu?” tanya pohon besar dengan sedikit mengerutkan kulit pohonnya tanda heran, “apakah ini pertualanganmu yang pertama?” lanjutnya. 
“Iya.”
“Tuan, jika Anda hanya mengandalkan kompas, Anda tidak akan sampai sebab ini pertualangan pertama. Anda perlu orang untuk menuntun arah agar bisa tiba di puncak itu dan Anda perlu persiapan matang seperti target Anda untuk tiba di puncak dan perlengkapan yang Anda perlukan selama pertualangan.” Pohon besar mengibas-ngibakan rantingnya terkena angin. 
“Bukankah saya bisa tiba di puncak itu meski dengan alat ini?” tanya Si Bingung dengan percaya diri. 
“Bisa Tuan, tetapi dalam waktu yang lama. Anda akan beberapa kali kesasar dan terjatuh ke dalam jurang, terlebih lagi Anda belum tahu situasi di sini. Itu pun kalau Anda tidak menyerah,” jawabnya menyeringai, “paling Anda sudah menyerah sebelum tiba di puncak,” lanjutnya. 
“Tidak. Saya tidak akan menyerah. Saya punya ini, kompas akan menuntun saya ke sana meski ribuan tahun.” Si Bingung sangat percaya diri. 
Selang beberapa bulan, Si Bingung masih di dalam hutan itu. Ia belum juga sampai di tengah perjalanan. Tubuhnya sudah penuh luka dan darah, badannya pun kurus. Persediaan makanan sudah habis. Dia duduk di bawah pohon besar lain beralas tanah kering. 
“Hai Tuan, Anda belum juga tiba di puncak?” tanya pohon besar yang di sandarnya. 
“Kau tak lihat saya masih di sini?” jawabnya kesal, “eh bagaimana kau tahu tentangku?” tanya Si Bingung heran.
Pohon besar tertawa. “Sang Bayu yang menyampaikan kisahmu padaku. Temanku yang kau temui di bawah bercerita padaku. Kasihan kau,” ejeknya. 
Si Bingung tak menjawab. Ia merasakan lapar, lelah dan perih di sekujur tubuhnya. “Saya ingin pulang!!” teriaknya diiringi isakkan tangis
Rose Diana 

9 September 2016
15.20

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Novel Dilan (Dia Adalah Dilanku Tahun 1990) - Pidi Baiq

Ulasan Novel Hyouka - Yonezawa Honobu

Cara Membuat Lipstik Cair Dari Lipstik Padat (How To Make A Liquid Lipstick From Solid Lipstick)

Ulasan Novel Heaven On Earth - Kaka HY

Ulasan Novel Memeluk Masa Lalu - Dwitasari