Jenius karena Menjadi Kelinci Percobaan di Dunia Sains


Kita sering mendengar bahwa seseorang dengan IQ tinggi yang kerap disebut jenius. Namun, pernahkah kalian mendengar seseorang yang memiliki IQ rendah?

Charlie Gordon lahir dengan IQ rendah yaitu 76 dan memiliki masa kecil yang tidak baik. Dia dititipkan ke panti karena orang tuanya tidak mau membesarkan anak bodoh sepertinya. Bahkan, ibunya, Rose kerap memarahinya setiap Charlie mendekati atau menggendong adik kecilnya, Norma. Rose takut Charlie melakukan hal yang tidak-tidak kepada anak perempuannya, padahal Charlie tidak seperti yang dipikirkan ibunya.

Di usia ke tiga puluh dua, Charlie bekerja di toko roti milik Donner sebagai tukang bersih-bersih dengan bayaran sebelas dolar per minggu dan roti atau kue jika mau. Donner sangat menyukai Charlie karena ketekunan dalam bekerja. Charlie memiliki tiga teman yang menurutnya baik. Padahal ketiga temannya itu hanya gemar mengusik dan mengerjainya. Mereka bahagia jika melakukan hal bodoh terhadap Charlie dan mereka tertawa. Charlie tidak marah dan tidak menganggap bahwa temannya itu jahat. Charlie ikut tertawa.

Kehidupannya berbeda saat dia mulai kursus di Beekmin College. Di sana dia memiliki teman yang sama dengannya, berkebutuhan khusus. Dia memiliki guru bernama Miss Kinnian yang tekun mengajari Charlie membaca, mengeja dan menulis. Charlie sangat rajin dalam belajar sehingga dia diminta untuk menjadi kelinci percobaan Prof. Nemur dan dr. Strauss. Charlie tidak tahu bahwa dirinya menjadi kelinci percobaan, yang dia tahu adalah mereka akan membuatnya pintar. Setiap hari Charlie wajib menulis laporan dari apa yang terjadi pada dirinya baik di kehidupan maupun yanh dipikirkan. Tulisan dalam laporannya sama seperti anak-anak karena tidak tahu cara menulis ejaan dengan benar. Miss Kinnian rajin mengajarinya.

Dia dikenalkan dengan Algernon, tikus putih yang menjadi kelinci percobaan pertama yang sukses. Tikus putih itu berhasil menjadi jenius dan menyelesaikan setiap tes labirin dengan baik. Tolak ukur test Charlie adalah tikus jenius itu.

Singkat cerita operasinya berhasil dan Charlie menjadi pintar. Dia mempelajari banyak hal, namun ternyata kecerdasannya itu tidak seperti yang dibayangkan. Ada hal yang tidak dikatakan terus terang oleh dr. Strauss dan Prof. Nemur, Bahkan Miss Kinnian pun ikut marah kepada kedua ilmuwan itu. Charlie marah dengan sikap mereka yang merahasiakan dampak dari pertemuan sains ini.

Perubahan Charlie membawa dampak besar dalam kehidupannya, termasuk masa lalunya. Perlahan masa lalunya muncul dalam mimpi dan menjadi ingatan yang tiba-tiba muncul seolah baru disadari. Charlie tidak pernah mengingat masa lalunya selama dia masih memiliki IQ rendah karena kemampuan otaknya yang terbatas. Namun, setelah menjadi cerdas, dia dapat mengingat masa lalunya yang tidak menyenangkan dan jauh dari kata bahagia. dr. Strauss yang merupakan ahli psikologi juga mengatakan padanya untuk mengingat masa lalu sebagai rangkaian dari test kecerdasannya.

‘Masalah emosional tidak bisa dipecahkan dengan cara yang sama dengan masalah intelektual.’ Charlie Gordon.

Prof. Nemur dan dr. Strauss mengumumkan keberhasilan Charlie kepada dunia dan juga membuat Charlie marah karena ketidakjujuran mereka akan efek samping dari operasi ini. Dia melihat efek yang terjadi pada Algernon. Karen hal itu, Charlie kabur dari pertemuan yang dihadiri oleh para ilmuwan. Dalam kaburnya, dia bertemu dengan banyak orang normal hingga orang bodoh yang seperti dirinya dulu. Saat orang menertawakan orang ber-IQ rendah, dia melakukan sebaliknya dan menjadi marah dengan sekelilingnya. Dia juga bertemu Alice dan Fay, yang menjadi teman barunya selama kabur.
‘Kehidupan hanya kotak-kotak labirin.’ Charlie Gordon.
Kecerdasan Charlie tersebar seantero dunia. Hal itu yang mengantarkan Charlie bertemu orang tuanya yang dulu membuangnya. Dengan bantuan surat kabar yang mewawancarai keluarganya, Charlie berhasil bertemu Rose dan Norma. Sayangnya Matt, ayahnya sudah lama meninggalkan ibu dan adiknya di rumah yang terletak di Marks Street. Saat itu ibunya sudah tua dan pikun. Untunglah, adiknya mengenalinya.

Usai bertemu keluarganya, dia menjadi tahu siapa dia sebenarnya. Charlie jadi terpikir untuk melakukan sesuatu dengan kecerdasannya. Alrgenon juga mengalami kemunduran sehingga Charlie mulai takut terjadi pada dirinya. Apakah dia senang dengan kecerdasannya atau malah kebalikannya? Apa yang terjadi dengan kehidupan Charlie selanjutnya? Apakah dia mengalami kemunduran seperti Algernon? Silakan temukan sendiri di dalam buku Charlie: The Accidental Genius karya Daniel Keyes. 

Saya menemukan buku ini tanpa rekomendasi siapapun. Saya menemukannya di rak toko buku Gramedia saat mencari buku yang ingin saya baca. Saat itu saya belum tahu akan beli buku apa. Saat melihat buku ini, baca blurb-nya dan langsung membelinya. Sebenarnya, karena nama penulisnya yang tidak asing untuk saya. Saya suka hal yang mengenai psikologi. Saya tahu Daniel Keyes saat membaca bukunya yang menceritakan kepribadian Billy Milligan, manusia yang melakukan kejahatan dan bebas hukum karena memiliki dua puluh empat kepribadian. Buku itu pun saya baca setelah membaca buku Sybil karya Flora Rheta Schreiber. Balik ke Charlie Gordon. Karena saya pernah membaca karya Daniel Keyes sebelumnya, maka saya tertarik saat melihat buku ini.

Ketika manusia menjadi kelinci percobaan adalah hal yang mengerikan yang mengikutinya. Menurut saya, kecerdasan memiliki dua kategori: kecerdasan bawaan dan kecerdasaan terlatih. Kecerdasan bawaan adalah kecerdasan yang sudah dibawa dari lahir, baik karena genetik maupun kelebihan yang diberikan Tuhan. Kecerdasan terlatih karena keuletan dan kerja keras dalam mempelajari sesuatu. Kedua kecerdasan itu saling mendukung satu sama lain. Kita menjadi orang normal yang memiliki IQ di atas rata-rata bahkan jenius tidak bisa terlepas dari proses belajar dari lahir hingga saat ini. Biasanya yang membedakan adalah kemampuan dalam menyerap pembelajaran itu, ada yang cepat, ada pula yang lambat. Charlie termasuk yang lambat.

IQ 76 termasuk dalam kategori DULL / BORDELINE (IQ : 70-79). Tingkatan kategori ini lebih baik dari ketiga kategori sebelumnya, namun kecerdasannya masih di bawah anak-anak normal. Kemampuannya bisa dikembangkan dengan kerja keras, bersusah payah, serta memiliki banyak hambatan. Anak-anak bordeline ini sudah mampu bersekolah di sekolah dasar umum, namun akan sangat kesulitan ketika berada tingkat-tingkat akhir di SLTP. 
(source: kuyahejo.com/pengertian-dan-tingkatan-iq/)

‘IQ sama sekali tidak dipakai untuk mengukur kecerdasan. IQ menunjukkan kecerdasan yang mungkin kau capai, seperti angka-angka di cangkir takaran. Kau masih harus mengisi cangkir itu.’ Dr. Strauss.

Berdasarkan penjelasan di atas sudah jelas bahwa Charlie dapat menjadi pintar jika diasah. Charlie adalah anak yang rajin belajar dan bekerja keras. Saya rasa tanpa melakukan operasi pun, dia bisa menjadi seperti anak normal dengan kecerdasan normal. Apakah Charlie bahagia dengan kecerdasan buatan para ilmuwan ini?

Buku ini membuat saya berpikir dan merenung bahwa seringkali kita menemukan orang yang menertawakan kemampuan yang kurang dari orang yang berkebutuhan khusus, apalagi dalam kemampuan otaknya. Seperti yang dirasakan Charlie. Orang sekelilingnya kerap menertawakan kebodohannya dan Charlie tidak mempermasalahkannya karena otaknya tidak bisa menimbang antara penghinaan atau bukan. Namun, dia bahagia melihat orang di sekitarnya tertawa karena dirinya. Saat dirinya cerdas, dia mulai memiliki amarah saat melihat dan mendengar orang menertawakan dirinya. Dia memiliki emosi.

‘Semakin cerdas dirimu, semakin banyak masalahmu.’ Dr. Strauss.
Awalnya saya mengira editor melewatkan typo yang begitu banyak di awal buku, namun setelah saya cek versi Inggrisnya, memang demikian. Saya salut dengan penerjemahnya yang dapat memahami dan menerjemahkan dengan baik sehingga tidak ada kesalahpahaman dalam menerjemahkan dan sebagai pembaca saya sangat menikmati. 

Saya tidak tahu novel ini hanya sekedar fiksi atau memoar dari kisah nyata. Dari buku ini banyak yang bisa kita petik selain dari kehebatan sains dalam kehidupan manusia. Saya belajar dari kepribadian Charlie. Meskipun dia memiliki kecerdasan sangat rendah, tetapi dia memiliki hati yang tulus dan bahagia meskipun di mata orang normal kebahagiaan itu hanya dia tidak memahami maksud orang yang menertawakannya. Jika saya harus memilih, saya lebih menyukai Charlie yang sebelum operasi. Dia lebih polos dan tulus. Pesan untuk orang tua pun bahwa jika memiliki anak dengan kecerdasan seperti Charlie atau berkebutuhan khusus seharusnya memberikan kasih sayang lebih dari anak normal karena mereka butuh percaya diri sehingga dapat mengenali dirinya sendiri. Banyak orang tua yang sukses membuat anak yang berkebutuhan khusus menjadi orang hebat. Karena saya yakin bahwa di dunia ini tidak ada anak yang terlahir bodoh. Proses pembelajaranlah yang menentukan kecerdasan dan kemampuannya. Bahkan anak normal sekalipun jika tidak diasah, dapat dilampaui oleh anak IQ rendah yang terasah.

⭐⭐⭐⭐⭐

rose diana


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Novel Dilan (Dia Adalah Dilanku Tahun 1990) - Pidi Baiq

Ulasan Novel Hyouka - Yonezawa Honobu

Cara Membuat Lipstik Cair Dari Lipstik Padat (How To Make A Liquid Lipstick From Solid Lipstick)

Ulasan Novel Terjemahan Nenek Hebat Dari Saga / Saga No Gabai Baachan - Yoshichi Shimada

Ulasan Novel Memeluk Masa Lalu - Dwitasari