Ulasan Novel Dawai Cinta Tanpa Nada - Ansar Siri
Judul : DAWAI
CINTA TANPA NADA
Penulis : Ansar
Siri
Penerbit : Mazaya
Publishing House
Tahun
Terbit : Oktober 2016
Cetakan
ke :
Pertama
Tebal : 278
+ x halaman
ISBN : 978.602.6362.09.4
Blurb
Cinta bagaikan ruang tak betepi, mengandung partikel misteri yang tidak terjabarkan. Hal ini semakin pekat di sisi Mia, ketika cinta menyapa dalam balutan nada-nada syahdu. Ia menemukan kedamaian di balik kegundahan permainan biola pemuda yang tidak dikenalnya. Cukup lama, ia hanya berdiam di balik pohon oak, menjadi pengagum rahasia pemuda yang ia juluki “Malaikat Pengutus Kedamaian”.
Hingga waktu menghadirkan awal cerita baru, ketika pandangan mereka bertemu di satu titik. Tatapan itu berbicara, berusaha saling memaknai. Meski takdir membuatnya sedemikian pelik kemudian.
Butuh waktu yang panjang, sebelum Mia menemukan akhir sebuah kisah yang dianggap usai. Mereka meleburkan segumpalan tanya yang sesaki hati, meski ia tak punyai jawaban. Lantas, akhir seperti apa yang mereka bubuhkan untuk kisah yang menggantung selama ini?
REVIEW
Dawai Cinta Tanpa Nada, karya Ansar Siri ini adalah juara favorit tiga dalam lomba menulis novel di Mazaya Publishing House tahun 2016. Secara cover, girly sekali dengan dominan warna pink.
Narasi dikemas secara manis dengan diksi-diksi yang terpilih. Membaca narasinya bisa menambah diksi untuk penulis pemula yang baru belajar menulis.
Penjabaran cerita di-part awal masih kurang menarik pembaca untuk meneruskan hingga akhir.
Di dalam dialog masih ada yang kurang konsistensi. Mungkin memang benar dalam dialog itu tidak perlu konsistensi tapi disayangkan jika tidak mempertahankan konsistensinya sebab narasinya sudah apik. Contoh, sebelumnya Dirga menggunakan kata ‘enggak’ kemudian di pertengahan pakai kata ‘tidak’ rasanya agak aneh jika orang itu tiba-tiba menggunakan gaya bahasa yang berbeda kepada lawan bicara yang sama.
Di halaman 99 ada narasi ‘Mia langsung menghambur dari taman itu, sesuatu memicu larinya sangat kencang menembus kerumunan di sepanjang koridor.’ Bukankah menghambur itu sebenarnya untuk subjek yang jamak tapi di sini subjeknya tunggal. Seharusnya kata menghambur bisa diganti dengan kata meninggalkan. ‘Mia langsung meninggalkan taman itu, sesuatu memicu larinya sangat kencang menembus kerumunan di sepanjang koridor.’
Di beberapa bab awal, mungkin penulis ingin melakukan pengenalan tokoh-tokohnya karena ada penggantian plot pendek dalam satu bab, misal plot Dirga di pemakaman lalu pindah lagi ke plot Dirga di kosan, lantas pindah lagi ke plot Dirga di kosan. Semakin ke tengah plot pendek tersebut nyaris tidak ada, terlihat penulis sudah mulai mengalir dengan dunia Mia dan Dirga. Penulis melakukan perubahan alur sedikit signifikan.
Di halaman 146, Saya suka sekali part ketika ada bagian yang menceritakan sebuah kecelakaan atau kejadian yang mungkin bisa menarik imajinasi pembaca. Dan kejadian itu, saya menganggapnya sebagai pengantar sub konflik setelah konflik perasaan Mia. Sebab, karena cerita Pak Andri tentang kecelakaan itu menambah kebimbangan Mia akan kesetiaannya. Penulis berhasil menjabarkan kecelakaan tersebut sehingga pembaca bisa ikut merasakan bagaimana mengerikan kecelakaan itu. Namun, ketika itu pula, saya seolah sudah melupakan sejenak ada apa dengan Mia dan Dirga sebelumnya. Jika kisah Evan dan Mia dibuat novel tersendiri, sepertinya lebih menarik.
Permintaan Pak Andri kepada Mia untuk hadir di kehidupan Evan menjadi antiklimaks dan mulai tertebak maksud dari permintaan Pak Andri itu, yang tak lain meminta Mia menikah dengan Evan. Ternyata benar. Dan imajinasi saya membayangkan cerita romansa klasik yang kronologisnya seperti FTV.
Ketika Mia mencoba bicara dengan Evan dan tidak ditanggapi, saya dibuat ketawa sendiri. Apalagi ketika Evan menanggapi ucapan Mia, gadis itu mulai gelagapan.
Saat part mereka melihat langit, lalu pertanyaan ‘kamu suka bintang yang mana?’ di situ saya dibuat tertawa geli lagi. Mungkin hal yang romantis tapi plot itu sudah sering digunakan di beberapa novel bahkan FTV romansa. Romantis berubah menjadi ‘giung’ dalam Bahasa Sunda yang artinya terlalu manis. Hati-hati diabetes.
Bintang kejora selalu ingin menonjolkan diri selalu ingin terlihat paling terang dan selalu ingin dipuji egois. Evan Hal 130
Bintang Bidadari. Mereka bertujuh selalu bersama. Menjelang pagi, mereka akan merendah dan akhirnya hilang saat sang surya memancarkan sinarnya. Meskipun kecil redup tapi kebersamaannya itu melambangkan kesetiaan. Penuh kehangatan. Mungkin tak banyak orang yang menyadarinya, tapi jika saja semua orang bisa berprinsip sama dengan mereka, maka tentramlah dunia ini. Evan Hal 131
Sikap Evan yang terlalu depresi dan tidak terima dengan kehilangan Sandra membuat saya gregetan. Dan, ketika Evan tidak mau makan, terus Mia datang untuk membujuknya. Satu dalam pikiran saya, ‘Man, lo cowok. Lemah banget sih, lo!” Kali ini, seperti sinetron.
Di bab terakhir, tidak tertebak. Di luar perkiraan saya. Ternyata Dirga menjadi …. (Silakan baca sendiri novelnya)
Ya beginilah hidup terkadang begitu cepat berlalu dan berganti dengan sesuatu yang tidak terduga
Selamat Tinggal Masa Lalu. Selamat jalan kenangan indah. Tak perlu meratap lagi, karena pada akhirnya anak-anak kami lah yang akan menghidupkan nada pada titian dawai cinta kami yang usangi. Inilah akhir cerita cinta yang tak terungkap kehendak Tuhan yang sesungguhnya
Dari keseluruhan, saya menyimpulkan kenapa penulis menggunakan judul Dawai Cinta Tanpa Nada. Alunan biola itu perumpamaan pertemuan perasaan Mia dan Dirga namun nasibnya tak seindah perasaan mereka.
Nada-nada indah itu terlahir dari jiwa kamu. Mia Hal 26
Ps. Saya buatkan lukisan kecil dari cover novel ini yang bernuansa pink, seperti layaknya cinta. #alah.
Rose Diana
200617
05.35
200617
05.35
Komentar
Posting Komentar